(Jakarta, 7/11)-- Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan warna baru dalam tata kelola pemerintahan desa di antaranya adalah wewenang yang sangat luas disertai dukungan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, sejak tahun 2015 hingga tahun 2021 pemerintah telah mengucurkan sebanyak kurang lebih Rp 400.840.000.000.000,00 (Empat Ratus Triliun Delapan Ratus Empat Puluh Miliar Rupiah) dana desa yang disalurkan ke sejumlah 74.961 desa. Ditambah dengan alokasi dana desa dan pendapatan asli desa, maka rata-rata tiap-tiap desa mendapatkan alokasi dana kurang lebih sebesar Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)-Rp 1.500.000.000,00 (Satu Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) per tahun.
Untuk melaksanakan kewenangannya dan mengelola anggaran yang sangat besar tersebut pemerintah telah membuat sejumlah aturan/regulasi mulai dari perencanaan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa, sistem administrasi desa, penyusunan produk hukum desa dan peraturan lainnya, sehingga membutuhkan kapasitas aparatur desa yang kuat dan berkompeten agar pelaksanaan kewenangan dan internalisasi pengelolaan keuangan desa dan pemanfaatan dana desa tersebut dapat terlaksana dengan optimal dan tertib hukum.
Pada pembukaan kegiatan Trainning of Trainner (ToT) Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Dirjen Bina Pemdes) Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo menyampaikan kepada seluruh peserta ToT BPD dari seluruh Indonesia untuk mengetahui bahwa jumlah desa di Indonesia sampai tahun 2021 telah mencapai 74.961, dengan rentang kendali dan kesulitan geografis yang sangat beragam perlu penguatan dan peningkatan anggota BPD menjadikan tantangan terhadap upaya pembinaan dan pengawasan pelaksanaan UU Desa dalam pengembangan di desa.
BPD atau dengan nama lain merupakan lembaga desa, yang melaksanakan fungsi pemerintahan desa bersama pemerintah desa, yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Kedudukan BPD dalam tata kelola pemerintahan desa sangatlah strategis karena Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan perundang-undangan turunannya memberikan mandat untuk melaksanakan fungsi, tugas, hak, kewajiban dan kewenangan yang tidak main-main kepada BPD. Di antaranya yaitu menjaring dan mengawal aspirasi masyarakat desa, membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa (Perdes) yang sebagaimana kita ketahui bahwa Perdes merupakan instrumen utama bagi desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa contohnya perdes RPJMDes, RKPDes, APBDes, dan Perdes-Perdes lainnya.
Di samping itu juga, Yusharto menegaskan bahwa BPD memiliki tugas yang tak kalah penting seperti mengawasi kinerja Kepala Desa, melaksanakan Musyawarah Desa (Musdes) yang merupakan forum tertinggi di tingkat desa sebagai perwujudan demokrasi dan prakarsa masyarakat desa untuk menyepakati hal-hal bersifat strategis seperti penataan desa, perencanaan desa, kerja sama desa, pembentukan BUMDes, rencana investasi masuk desa, penambahan dan pelepasan aset desa, kejadian luar biasa termasuk untuk menentukan masyarakat desa yang berhak menerima BLT dari dana desa di masa pandemi Covid-19 ini.
Melihat kedudukannya yang sangat strategis tersebut, maka BPD dituntut untuk mampu melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya secara totalitas dan profesional. Namun pada kenyataannya dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangannya tersebut, banyak kendala yang dihadapi sehingga kinerja BPD perlu ditingkatkan dan BPD harus sebagai pendukung masyarakat desa dan bukan penghambat roda pemerintahan desa, agar citra dan eksistensi BPD itu sendiri juga baik. Dari deretan kendala BPD yang mengemuka, berdasarkan pengamatan kami di lapangan ialah kapasitas SDM anggota BPD harus terus dikuatkan dan ditingkatkan.
“Oleh karenanya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tentunya membutuhkan upaya yang luar biasa dari beragam stakeholders, mulai di tingkat pusat sampai ke tingkat Desa. Salah satu terobosan yang telah dilakukan adalah dengan membangun kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak termasuk Bank Dunia sehingga pada akhirnya dirumuskan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD),” tambahnya.
P3PD akan memperkuat seluruh institusi yang ada di desa termasuk BPD. Untuk itu sebagai tahap awal adalah mempersiapkan para pelatih yang akan melatih anggota BPD. Pelatih-pelatih tersebut nantinya juga dipersiapkan pembina penyelenggara pemerintah desa di daerahnya masing-masing.
Upaya memantapkan peran BPD untuk penguatan desa dan masyarakatnya merupakan komitmen Ditjen Bina Pemdes Kemendagri dalam rangka mewujudkan Program Nawa Cita Jilid Dua Presiden yang berorientasi pada penguatan SDM termasuk SDM Desa. SDM Desa yang unggul tentunya akan berimplikasi pada tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
”Oleh karenanya melalui kegiatan Trainning of Trainner BPD ini kami berharap akan mengakselerasi upaya peningkatan kapasitas SDM BPD di seluruh Indonesia,” ujar Yusharto dalam sambutannya.
Yusharto juga berharap dari kegiatan ToT BPD yang berlangsung dari tanggal 7-11 November 2021 di Jakarta ini, dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi diri peserta sendiri, desa, daerah dan negara tercinta ini.
Kegiatan ini diikuti perwakilan BPD seluruh Indonesia dan dihadiri sejumlah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD).