Ir. Yuliati, MM, Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa menyampaikan sambutan.
Jaman terus berubah, terus bergerak dengan segala macam vareasinya. Maka hanya manusia-manusia yang sanggup mengikuti irama perubahan jamanlah yang akan bertahan bahkan meraih kemenangan.
Posyandu telah menjadi bagian dari denyut jantung dan tarikan nafas kehidupan masyarakat Indonesia. Posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibimbing petugas terkait. (Departemen Kesehatan RI. 2006) . Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.(Effendi, Nasrul. 1998: 267).
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. (Effendi, Nasrul. 1998: 267) Adapun tujuan Posyandu antara lain : menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu hamil), melahirkan dan nifas, membudayakan NKBS, meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
Kegiatan Pokok Posyandu meliputi : KIA, KB, imunisasi, gizi, penanggulangan diare. Pelaksanaan Layanan Posyandu memiliki ketentuan khusus. Pada hari buka posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu: Meja I : Pendaftaran Meja II : Penimbangan, Meja III : Pengisian KMS, Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS, Meja V : Pelayanan kesehatan berupa : imunisasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, pembagian pil KB atau kondom, pengobatan ringan, konsultasi KB. Petugas pada meja I dan IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan meja V merupakan meja pelayanan medis.
“Sejalan dengan perkembangan posyandu sebagaimana telah dilakukan oleh hampir seluruh daerah, melalui pengintegrasian berbagai layanan dan pelayanan yang disesuaikan berdasarkan situasi, kondisi kebutuhan masyarakat, dan budaya setempat (kearifan lokal). Posyandu menjadi salah satu lembaga kemasyarakatan yang memiliki potensi untuk dikembangakan sebagai wadah yang sangat strategis dalam menyampaikan berbagai program dan kegiatan, karena tujuan dan sasarannya bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kondisi ini perlu terus didorong dan difasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah untuk dijadikan basis model pengembangan posyandu secara nasional dalam perspektif lembaga kemasyarakatan yang mampu menyediakan dan memberikan berbagai layanan dan pelayanan masyarakat secara terpadu, dengan tidak mengesampingkan pelaksanaan posyandu konvensional sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh rangkaian pembinaan dan pengembangan yang dilakukan oleh Pokjanal Posyandu”, demikian sambutan Dr. Nata Irawan, SH, M,Si saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional Pokjanal Posyandu, Tahun 2017, di Jakarta Maret 2017 yang mengingatkan kepada kita adanya kebutuhan masyarakat yang menuntut adanya perubahan.
Terbitnya UU Desa pada awal 2014, telah membuka peluang yang sangat luas bagi masyarakat desa di seluruh Indonesia. Negara melalui konstitusi ini telah mendelegasikan sebagian otoritasnya kepada desa dalam mengelola rumah tangganya.
“Khususnya bagi desa melalui UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan kewenangan pada desa untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki semaksimal mungkin dalam mempercepat pelaksanaan pembangunan desa”, lanjut Nata.
UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 pada Pasal 150 beserta penjelasannya, secara eksplisit menegaskan bahwa lembaga kemasyarakatan dapat mengambil peran emansipatif dalam proses pembangunan desa, sejalan dengan semangat keterbukaan dan penerapan otonomi yang telah menempatkan kesetaraan proporsi antara masyarakat, pemerintah, dan swasta sebagai pemangku kepentingan yang berimplikasi terhadap semakin terbukanya peluang bagi aktivitas-aktivitas sosial untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan berbasis kemasyarakatan melalui lembaga-lembaga yang telah terbentuk sesuai dengan tugas dan fungsinya.
PKK adalah salah satu lembaga kemasyarakat yang disebutkan secara tegas di dalam UU Desa. Sebagaimana disebutkan pada Penjelasaan UU Desa pasal 11, tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa. Dijelaskan dalam pasal 11 tersebut sebagai berikut : Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat.
Konsekuensi atas terbitnya UU Desa, sebagai lembaga kemasyarakatan yang selama ini membesarkan posyandu, tentu saja harus turut berbenah dalam memandang dan bersikap terhadap posyandu. Kini posyandu bukan lagi sekedar kegiatan melainkan telah menjelma menjadi sebuah lembaga kemasyarakatan yang otonom sehingga memiliki kedudukan yang sejajar dengan PKK. Para Kader PKK harus turut melakukan redefinisi dan reposisi terhadap posyandu.
Sebagaimana hasil kesimpulan dan rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Posyandu (Rakornas Pokjanal Posyandu) yang diselenggarakan di Jakarta, 29 – 31 Maret 2017, pada point kesimpulan dasar, disebutkan bahwa : a) Berdasarkan ketentuan Pasal 94 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Pasal 150 PP Nomor 43 Tahun 2014, membawa konsekuensi mutlak perlu ada reposisi dan redefinisi terhadap Posyandu, b) Perlu adanya pemahaman para pemangku kepentingan, baik unsur Pemerintah maupun masyarakat, bahwa melakukan reposisi dan redefinisi Posyandu itu pada dasarnya adalah melaksanakan amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum PKK dalam sambutannya di forum yang sama, disamping penegasan atas peran PKK selama ini, juga disampaikan kekhawatiran dan harapannya pasca terbitnya UU Desa.
“Dari sejumlah permasalahan dalam pengelolaan Posyandu yang melibatkan peran dan fungsi Kader-kader PKK, ada satu hal yang ingin saya sampaikan untuk menjadi perhatian kita bersama. Bahwa selama ini, para Kader PKK khususnya Kader Dasawisma telah mempunyai seperangkat instrumen pendataan yang sangat erat dengan pendataan profil Posyandu. Instrumen pendataan yang saya maksud itu adalah, Catatan Data yang ada di tingkat Kelompok Dasawisma. Catatan Data Dasawisma itu meliputi 3 (tiga) data, pertama; Data Keluarga, kedua; Catatan Data dan Kegiatan Warga, dan ketiga; Data Rekapitulasi ibu hamil, melahirkan, nifas, ibu meninggal, kelahiran bayi, bayi meninggal, dan kematian Balita. Sejumlah data tersebut selalu di-up date sejalan dengan berlangsungnya Posyandu. Sehingga dapat dibayangkan, betapa tingginya beban tugas Kader Dasawisma dalam hal pengelolaan kegiatan Posyandu. Mulai dari persiapan penggerakan peranserta masyarakat, pelaksanaan pada hari-H pelayanan Posyandu, sampai dengan pengolahan data untuk dituangkan dalam tiga jenis Catatan Data tersebut. Oleh karena itu, saya mengharapkan agar beban tugas Kader PKK dan Kader Dasawisma yang sudah tinggi itu, jangan menjadi tambah besar karena masih juga melakukan pendataan berbagai formulir data program yang berasal dari Kementerian/Lembaga atau Instansi yang terkait dengan kegiatan di Posyandu. Apabila ada yang membutuhkan data berkaitan dengan profil Posyandu, maka datanglah untuk jemput data dimaksud ke Kader PKK dan Kader Dasawisma. Sehingga Petugas Puskesmas, Petugas Lapangan KB (PLKB), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Petugas Dinas Pendidikan, dan lainnya, hendaknya merekalah yang menjemput data ke Kader, jangan lagi Kader PKK dibebani Pelaporan Program. Jika Petugas menjemput data ke Kader PKK, maka kesempatan itu sekaligus dapat dipergunakan untuk saling komunikasi dan koordinasi”, paparnya.
Lebih lanjut Ketum PKK juga menegaskan posisi dan peran PKK dan Posyandu sekaligus menyampaikan harapannya mengenai konsep pola kerja atau kerjasama antara keduanya. Sehingga sekalipun status kelembagaan berubah namun substansi kegiatan yang sudah dibangun selama ini tidak berubah.
“Satu hal mendasar lagi yang ingin saya sampaikan. Bahwa berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka posisi dan peranan PKK dengan Posyandu itu pada hakekatnya sama, yaitu sama-sama merupakan jenis Lembaga Kemasyaraktan Desa. Sehingga saya berpendapat, bahwa pada masa yang akan datang tidak ada lagi istilah “PKK atau Kader PKK mengelola kegiatan Posyandu”. Ke depan, yang ada adalah mekanisme hubungan kerja antara Kader PKK dengan Posyandu. Atau kalau ditarik ke tingkat Desa/Kelurahan, yang ada adalah mekanisme hubungan kerja antara Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan dengan Pokja Posyandu. Ini semua perlu menjadi bahan pemikiran kita bersama untuk segera merumuskannya bagaimana bentuk mekanisme hubungan kerja antara Kader PKK dengan Posyandu”. (Red – Agt)