blog image
Created by : admin - 2019-10-26 14:01:56

Heky (Kepala Urusan Pemerintahan Nagari Simarasok) di tengah keindahan panorama nagarinya
 
KAB. AGAM, SUMBAR â–¡ Sekilas dalam kunjungan Tim JBP di Nagari Simarasok, Kec. Baso, Kab. Agam, Sumatera Barat, tersirat bahwa perlahan tapi pasti, pasal-pasal UU Desa mulai membudaya dan menyatu dalam kehidupan masyarakat desa/nagari. Sekalipun di awal terbitnya UU masyarakat merasa tertatih-tatih mempelajari perubahan UU, namun seiring dengan perjalanan waktu dan manfaat yang dirasakan, mereka kini mulai menuai hasilnya.

Semangat pemerintah menghadirkan negara dan membangun Indonesia dari pinggiran sebagaimana tersurat dalam agenda Nawacita, terekspresikan dalam setiap kegiatan masyarakat yang digerakkan oleh semangat gotong royong. Kejelasan status hukum pemerintahan desa dan kepastian sumber pendanaan untuk pembangunan, perlahan telah memotivasi seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi memajukan desanya.

Heky, Kaur Pemerintahan Nagari Simarasok, dengan lancar dan pintar menjelaskan ketika ditanya bagaimana kegiatan pemberdayaan di nagarinya. “Setiap perencanaan pembangunan, selalu dimulai dengan Musyawarah Nagari untuk membahas 4 bidang kegiatan sesuai dengan UU Desa. Kemudian dilanjutkan dengan Musrenbang Nagari, setelah itu kemudian disusunlah RAPB Nagari. Hasil dari Musyawarah Nagari adalah RKP. Kemudian RKP yang sudah disepakati bersama antara Wali Nagari dengan Bamus Nagari, di Per-Nakan. Beberapa kegiatan yang sudah tertuang dalam APB Nagari adalah : a) Belanja bahan percontohan untuk pelatihan kegiatan pemberdayaan, b) belanja barang diserahkan kepada masyarakat seperti bibit tanaman, b) bibit ternak dll dan Penyediaan ATK kesehatan dan PMT untuk bayi “, ujar nya.

Heky juga menjelaskan bagaimana membangun komunikasi pembangunan di nagarinya. Yaitu antara lain dengan cara mengundang seluruh lembaga atau kelompok yang berhubungan dengan topuksi pemberdayan masyarakat, dengan melibatkan seluruh komponen dalam pemberdayaan masyarakat seperti  : kelompok perempuan, kelompok  tani, kelompok  pemuda dan lain sebagainya. Tidak terhenti di situ, Pemerintah Nagari Simarosok juga selalu  melakukan sosialisasi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang didanai dengan APB Nagari mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya sampai dengan pertanggung jawabannya. Bila pekerjaan sudah selesai, hal yang menarik bagi masyarakat adalah prosesi serah terima pekerjaan.

Dalam mendukung sosialisasi berbagai informasi, Pemerintah Nagari Simarosok tidak mengabaikan media-media komunikasi yang dapat diberdayakan. Papan informasi di masing-masing jorong, selalu diupayakan walaupun dalam proses perawatan dan kontinuitasnya belum terawat dengan baik. Di kantor Nagari yang pernah menyabet juara Lomba Desa tingkat Nasional 2011 ini, juga masih menampakkan keseriusannya dalam mengelola informasi. Dengan strategi komunikasi demikian, maka semua pihak merasa puas dan semakin bergairah dalam berpartisipasi. 

Komunikasi dengan para perantau juga sangat intensif. Setiap tahun Wali Nagari diundang ke kota-kota di mana para perantau menyelenggarakan hajad, biasanya acara syawalan. Peran perantau dalam membangun desa/nagari sangat besar. Ada sebuah contoh betapa besarnya kontribusi perantau dalam pembangunan nagari. Tampak dari kejauhan, jalan tani yang menyusuri tebing dan bukit yang tinggi, merupakan hasil kegiatan yang didanai dengan Dana Desa dan bantuan perantau. Dana desa yang besarnya Rp 30 juta, namun mampu menyerap dana perantau sebesar Rp 70 juta. Sehingga total dana pembangunan jalan tani mencapai Rp 100 juta, di luar semangat masyarakat yang terhitung jumlahnya.

Perihal peran perantau, banyak daerah yang sudah bertahun-tahun memiliki tradisi dalam membangun kampong halamannya. Namun masih banyak daerah yang tidak memiliki tradisi itu. Namun bersyukur bagi masyarakat Minang yang memiliki kultur sangat positif itu. Kepedulian perantau ditopang oleh tingkat ekonomi perantau yang relatif maju berkat ketrampilan dan ketangguhannya bertaruh nasib di negeri orang, menyebabkan sulitnya menemukan rumah tak layak huni di Tanah Minang. Lantas bagaimana dengan daerah-daerah di Indonesia yang tidak memiliki budaya perantau peduli terhadap kampung halaman ?

Di sinilah perlunya pemerintah melirik fenomena ini. Koordinasi, motifasi, fasilitasi dan legalisasi adalah peran strategis Pemerintah agar budaya perantau peduli desa menjadi me-Nusantara. Budaya perantau Minang layak dijadikan rujukan (Red : Fred-Agt)