blog image
Created by : admin - 2019-10-26 14:01:56

“Perubahan organisasi di level pusat disadari menciptakan pula konflik regulasi pada ranah implementasi sehingga terjadi disorientasi bagi pelaksana kegiatan dalam penentuan skala prioritas kebijakan (Kebijakan desa oleh Kemendagri dan Kementrian Desa dalam implementasi di lapangan sejauh ini menciptakan kebingungan di level Pemda dan Pemdes)”, demikian salah satu hasil identifikasi Dr. Muhadam Labolo, dalam menyampaikan paparannya di Jakarta., Senin, 11 April 2016. Hadir sebagai peserta pada acara ini adalah perwakilan pejabat daerah dari provinsi lingkup Ditjen Bina Pemdes dan Balai PMD Kemendagri di Malang, Yogyakarta dan Lampung. 
Acara yang digelar oleh Ditjen Bina Pemdes tersebut juga menghadirkan 2 narasumber lain, yaitu Prof. Yeremias T Keban MKP Fisipol UGM, dengan tema : Teknik Dalam Menyusun Perencanaan Dan Kegiatan (Rencana Program Prioritas Ditjen Bina Pemdes) dan Prof. Bambang Shergi Laksmono, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dengan tema : Isu-Isu Strategis & Peran Ditjen Bina Pemdes Dalam Pengembangan Desa 2017 (Otonomi Desa, Membangun Desa dan
Peran Ditjen Pemerintahan Desa).
Lebih lanjut Muhadam menjelaskan bahwa persoalan lain terkait dengan implementasi tugas dan fungsi kelembagaan Ditjen Bina Pemdes, adalah : terbatasnya kemampuan sumber daya aparatur dalam menerjemahkan visi/misi kedalam kebijakan makro. Oleh karenanya, sarannya, Ditjen Bina Pemdes harus fokus (sesuai tupoksi) dan konkrit guna menghindari terjadinya overlapping dengan kegiatan dan program unit dan departemen lain.
Karena lemahnya koordinasi antar unit dan antar departemen  menciptakan banyak program dan kegiatan yang bersifat overlapping, ketidakselarasan, ketidaksesuaian, ketidakharmonisan di lapangan. Dampaknya tercipta in-efisiensi dan in-efektivitas  program dan kegiatan di level Pemerintah Daerah dan Pemdes.

Diskusi sesi kedua, dipandu oleh moderator Dr. Deddy Winawran, S.STP, M.Si. Dalam diskusi ini Yeremias yang mengutip Karya  Mark Turner dan David Hulme pada tahun 1997 (Governance, Administration and Development: making the state work. London: MacMillan Press LTD) mengingatkan kita bahwa perencanaan tidak selamanya menjadi solusi, tetapi justru bisa menjadi masalah itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
  • Miskinnya data, yang membuat analisa masalah hanya merupakaan perkiraan saja.
  • Adanya ketidakpastian dan beberapa faktor yang tidak terduga akan mempengaruhi jalannya program dan membuat analisis masalah menjadi tidak tepat.
  • Pemisahan manajemen dari perencanaan, dimana perencana sebagai pelaksana teknis dan manager sebagai birokrat dengan kekuasaan penuh.
  • Kurang terlibatnya penerima program perencanaan dalam menentukan arah perencanaan tersebut.
  • Adanya pengaruh proses politik yang  kuat dalam proses perencanaan.
 
Atas dasar pandangan di atas, Yeremias menyampaikan beberapa rekomendasi : agar program-program prioritas ini dapat berhasil mendorong capaian program prioritas nasional maka diperlukan suatu sistem informasi yang lengkap dan akurat, mungkin diberi nama Sistem Informasi Perencanaan Bina Pemerintahan Desa, yang dapat dimonitor dan dievaluasi secara berkelanjutan.
Disamping itu Yeremias juga menekankan agar Rencana program prioritas di Ditjen Bina Pemdes ini harus disusun melalui proses yang rasionalistik, legalistik, politis, dan etik, dengan memegang teguh prinsip good governance.
Prof Shergi menyoroti adanya dua bentangan potensi yang dipertemukan oleh Pemerintahan Desa, yaitu Desa adalah sebuah satuan kewilayahan yang mencakup potensi, kebutuhan, karakter dan dinamika kepentingan yang bergerak dinamis (sejalan dengan perkembangan dan waktu). Di sisi lain otonomi Desa merupakan pengakuan, penghormatan, kapital sosial dan tumpuan bagi pengembangan potensi masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial.
Oleh karenanya dalam rekomendasinya, Prof Shergi menyampaikan dua hal agar pembinaan ditekankan pada unsur dasar  pemerintahan, pembangunan dan  daya saing ekonomi lokal, regional, nasional dan global. Dan pembinaan dan kebijakan pemerintahan desa diarahkan bukan saja berbasis wilayah namun pada kapastas inti pemecahan masalah : pelayanan/investasi, penanganan krisis dan kebutuhan transformasi jangka panjang.
Usai sesi pemaparan para akademisi, acara dilanjut diskusi teknis penyusunan rencana kerja pemerintah lingkup Ditjen Bina Pemdes yang dipandu oleh Kabag Perencanaan dan Laode Buchama D, S.STP.
(Red – Agt)