Dana desa yang digunakan untuk meningkatkan kualitas jalan di Desa Margodadi, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta. (Antara)
Jakarta - Skenario dan strategi pengawasan dana desa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6/2014 tentang Desa sudah jelas diatur mulai pusat hingga desa. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa.
Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Rabu (9/8). Dia menuturkan, penyaluran dana desa oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan penggunaannya oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes).
Sedangkan pemerintah daerah (pemda) diatur pembinaan dan pengawasannya dalam UU Desa Pasal 114 untuk provinsi dan Pasal 115 untuk kabupaten/kota serta Peraturan Pemerintah 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa untuk kecamatan.
Pengawasan desa dilakukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), melalui laporan keterangan yang disampaikan oleh kepala desa (kades) serta pengawasan oleh masyarakat dalam forum musyawarah desa. “Dari hal ini sudah jelas bahwa pengawasan dana desa sudah sangat komprehensif berdasarkan regulasi yang ada, namun perlu diingat bahwa dari 74.910 desa yang menerima dana desa yang menghadapi permasalahan kurang dari 500 desa,” kata Tjahjo.
Dia menyatakan, pengawasan sudah efektif dan tinggal ditingkatkan intensitasnya mulai dari penyaluran, alokasi dan distribusi atau dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Terkait operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap dana desa, menurutnya, hal ini menunjukkan perlu ditingkatkannya pemahamanan dan koreksi konstruktif semua pihak. Khususnya, mengenai arti penting pembinaan dan pengawasan yang berjenjang mengenai pengelolaan dana desa dalam satu kesatuan poros pemerintahan.
“Kompleksitas permasalahan dana desa saat ini seharusnya dijadikan momentum bagi semua pihak untuk memahami kembali makna dan filosofi disusunnya UU Desa yaitu untuk memajukan, memandirikan, mensejahterakan desa tanpa harus kehilangan jati dirinya dalam rangka mempercepat tujuan nasional yaitu terwujudnya kesejahteraan umum,” ujar Tjahjo.
Kasus OTT Bupati Pamekasan, sejatinya tak dapat dianggap sebagai puncak dari gunung es penyelewengan dana desa. Sebab, pembinaan dan pengawasan sudah di atur berjenjang. Persoalannya sekarang, lanjutnya, jumlah desa yang ada sangat banyak dengan kondisi dan situasi beragam, baik kondisi sumber daya manusia (SDM) di pemda maupun pemerintahan desa.
“Permasalahan ini harus dilihat harus lebih proporsional dan dimaknai sebagai sebuah proses. Apa iya kita sekarang akan menafikan berpuluh-puluh ribu desa yang berhasil membangun desanya hanya karena beberapa desa bermasalah? Tentu saja tidak. Ini harus dimaknai sebagai sebuah proses untuk menuju kepada sebuah kemajuan yang harus dilalui,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, perangkat yang digunakan untuk menanggulangi penyelewengan dana desa saat ini sudah sangat lengkap.
“SDM untuk pengawasan mulai dari tingkat Pusat seperti BPK, Itjen, BPKP dan sebagainya, tingkat daerah oleh Bawasda, tingkat desa oleh BPD, masyarakat dan musyawarah desa, termasuk teknologi informasi seperti Sikeudes,” ungkapnya.
Sumber: beritasatu.com