Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Wali Kota Mojokerto, Masud Yunus, sebagai tersangka dugaan kasus suap.
Kasusnya terkait pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap Masud bersikap kooperatif dengan KPK selama menjalani proses hukum.
“Saya berharap (Masud) tetap kooperatif dengan KPK,” kata Tjahjo dilansir dari laman resmi Kementerian Dalam Negeri, Minggu (26/11/2017).
Meski berstatus tersangka, menurut Tjahjo, Masud masih dapat melaksanakan tugasnya memimpin Mojokerto. Sebab, Masud belum ditahan oleh KPK.
“Dalam konteks yang bersangkutan tidak ditahan, tidak OTT (terkena Operasi Tangkap Tangan), tetap dia menjalankan tugas sehari-hari. Tetap dia menjalankan tugas,” ujar Tjahjo.
Hanya, jika nantinya Masud ditahan, maka jabatannya akan dilimpahkan otomatis kepada wakil wali kota Mojokerto, Suyitno untuk sementara, sebagai pelaksana tugas (Plt).
“Kalau yang lain kayak yang sudah ditahan, pasti langsung wakilnya jadi Plt,” tambah dia.
Penetapan Masud berdasarkan pengembangan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap empat tersangka sebelumnya dalam kasus ini.
Empat tersangka itu adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto, Wiwiet Febryanto.
Dari pengembangan penyidikan terhadap empat tersangka itu, KPK menemukan bukti baru.
Pada 17 November 2017, KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan dan menetapkan Masud sebagai tersangka ke lima dalam kasus ini.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK di Mojokerto, Jawa Timur. Empat orang ditangkap dan ditetapkan tersangka yakni Purnomo, Abdullah, Umar Faruq, dan Wiwiet.
KPK mengamankan uang Rp 470 juta. Sebanyak Rp 300 juta di antaranya merupakan total komitmen fee dari kepala dinas untuk pimpinan DPRD Mojokerto.
Uang tahap pertama sebesar Rp 150 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee tersebut disebut sudah ditransfer pada 10 Juni 2017.
Sementara itu, Rp 170 juta diduga terkait komitmen setoran triwulan yang disepakati sebelumnya.
Pihak yang diduga sebagai pemberi suap dalam kasus ini yakni Wiwiet. Sementara, yang diduga menerima suap yakni Purnomo, Abdullah, dan Umar Faruq.
sumber: detik.com