DR. NATA IRAWAN Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri
INDOPOS.CO.ID - Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia, perlu dilakukan revitalisasi terhadap penataan administrasi pemerintahan desa yang meliputi aspek penamaan dan kodefikasi desa, aspek kewilayahan (batas dan peta desa), aspek kewenangan desa dan produk hukum desa serta aspek manajemen pemerintahan desa.
DESA diatur berdasarkan pasal 18 ayat (7) dan pasal 18 B ayat (2) UUD 1945, menjadikan desa sebagai unit pemerintahan terkecil dan terdepan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan sekaligus menjadi institusi terdepan menguatkan karakter dan jati diri masyarakat di Indonesia.
Mengingat pentingnya peran desa, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa memiliki tugas menye leng garakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu yang sangat penting adalah merumuskan kebijakan di bidang fasilitasi penataan dan administrasi pemerintahan desa.
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Dr. Nata Irawan, mengatakan bahwa pemerintah desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014, mempunyai peran yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Bahkan bila dicermati, hampir sebagian besar kebijakan bermuara dan tidak akan terlepas dari peran pemerintah desa. Desa merupakan pangkal penting pemerintahan negara. Negara dibangun dari Desa. Itulah cita-cita yang melatarbelakangi lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” paparnya.
Nata menambahkan bahwa desa sering dijuluki sebagai etalase atau garis depan pemerintahan. “Memang pada kenyataannya desa bersentuhan langsung dengan kepentingan, kebutuhan serta aspirasi masyarakat setempat. Kedudukan desa sangat strategis karena secara langsung membentuk citra pemerintah,” ujarnya.
Karena itu, Menurut Nata, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sudah seharusnya memberikan kesempatan lebih besar kepada desa untuk mengembangkan dirinya, memikirkan dan memprioritaskan serta mengelola kebutuhannya masing-masing, dengan tidak mengesampingkan upaya pengawasan dan pembinaan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan semangat UU Desa dalam menuju terwujudnya masyarakat maju, mandiri dan sejahtera.
Langkah Strategis
Direktur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa, Aferi S Fudail, mengatakan bahwa karena posisi desa yang strategis, pemerintah memberikan perhatian besar untuk meningkatkan peran pemerintah desa dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Perhatian besar pemerintah terhadap desa ditunjukkan dengan lahirnya Undang- Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini merupakan basis Community Based on Development. UU Desa mengatur bagaimana memperkuat pemerintahan desa dan memberdayaan masyarakat yang baik melalui percepatan tata kelola pemerintahan desa yang baik guna mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan desa yang bersih, efektif, efisien, demokratis dan akuntabel.
“Dengan regulasi ini pemerintah berkomitmen menjadikan desa sebagai unit pemerintahan yang maju, mandiri dan sejahtera melalui pemberian otoritas dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemanfaatan dan pemeliharan hasil-hasil pembangunan desa,” jelas Aferi.
Untuk mendorong implementasi Undang-Undang pada tataran yang lebih teknis, Kemendagri terus berusaha melengkapi berbagai regulasi dalam mendorong percepatan tata kelola pemerintahan desa yang baik. Aferi mengungkapkan bahwa sampai tahun 2016, Kemendagri telah mengeluarkan 17 Peraturan Menteri Dalam Negeri masing-masing 5 Permendagri di tahun 2014, 4 Permendagri di tahun 2015, dan 6 Permendagri di tahun 2016. Tahun 2017 ini, telah dikeluarkan peraturan Permendagri Nomor 1 tahun 2017 tentang Penataan Desa, dan Permendagri Nomor 2 tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa serta beberapa perumusan Kebijakan terkait bidang penataan dan administrasi pemerintahan desa, salah satunya terkait Kebijakan Pemberian Nama dan Kode Desa.
Fokus Ditjen Bina Pemerintahan Desa dalam penataan dan administrasi pemerintahan desa, pertama terkait proses pemberian Nama desa, Kode Desa dan jumlah desa. Menurut Aferi, pemberian nama desa hendaknya memiliki makna yang mencerminkan sejarah, asal usul, adat istiadat dan tradisi serta kearifan lokal masyarakat setempat.
“Karena itu pemberian nama suatu desa perlu diatur melalui mekanisme dan dicantumkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan Desa berdasarkan Sertifikasi yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri. Sedangkan pemberian Kode Desa bermaksud memberikan pengakuan secara administratif terhadap keberadaan suatu Desa,” papar Aferi.
Terkait dengan updating jumlah desa, berdasarkan Kepmendagri Nomor 140-9756 Tahun 2016 tentang Nama, Kode dan Jumlah Desa Tahun 2016 dan Nomor 146.973-X-Tahun 2016 tentang Rincian Nama, Kode dan Jumlah Desa Tahun 2016 telah ditetapkan bahwa jumlah desa di Indonesia adalah 74.910 desa, kepmendagri dimaksud diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan dasar dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan program K/L dalam penyelenggaraan pembinaan di desa, termasuk dalam pengalokasian dana desa yang bersumber dari APBN.
Kedua terkait proses penetapan dan penegasan batas desa yang merupakan instrumen penting untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis. Aferi menekankan bahwa penyusunan peta batas desa harus mengikuti kaidah-kaidah kartometrik yaitu kaidah dalam menyusun peta.
“Kaidah itu mensyaratkan adanya penelusuran garis batas pada peta kerja dan pengukuran titik koordinat, garis, jarak dan luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan informasi geospasial untuk mejamin kejelasan dan kepastian wilayah yang menjadi sumber penetapan kewenangan desa,” jelas Aferi.
Sesuai Permendagri Nomor 45 tahun 2016, Tugas untuk melakukan penetapan dan penegasan batas desa dibebankan kepada Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Kabupaten/Kota yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota. Keanggotaan tim ini melibatkan pejabat/SKPD terkait, pemerintah desa dan tokoh masyarakat.
Penetapan dan penegasan batas desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Aferi mengingatkan bahwa Bupati/Walikota harus memfasilitasi penyelesaian konflik yang mungkin timbul akibat penetapan dan penegasan batas desa di wilayahnya.
Ketiga adalah proses penataan kewenangan desa dan produk hukum desa, Kemendagri telah menetapkan Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 dan Nomor 111 Tahun 2014 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas membina desa dalam menata kewenangan desa.
Pembinaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah diharapkan mampu mengidentifikasi dan menginventarisasi kewenangan desa. Sehingga desa dan desa adat diberikan kewenangan yang lebih luas untuk tumbuh dan berkembang pada kekuatannya sendiri serta mampu menata masa depan desa yang lebih baik.
Dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan desa, salah satu asas yang dipergunakan adalah asas kepastian hukum yang artinya asas dalam Negara hukum mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap penyelenggaraan Pemerintahan Desa, untuk itu diperlukan Peraturan di Desa yang terdiri atas Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Memperhatikan beberapa hal tersebut, maka dipandang perlu untuk memperkuat pembinaan dan pengawasan tentang penyusunan Produk Hukum di Desa melalui penyusunan regulasi dan panduan, sosialisasi, pelatihan dan bimbingan teknis, advokasi, serta pendataan dan pengumpulan berbagai jenis peraturan di desa untuk kemudian disusun dalam suatu direktori yang nantinya dapat memudahkan pada perumusan kebijakan ke depan serta membantu Desa dalam mengambil contoh peraturan di Desa dari Desa lain untuk menerapkan peraturan di Desanya yang sesuai dengan kebutuhan.
Keempat, penataan manajemen pemerintahan desa ditetapkan berbagai kebijakan mulai dari aspek pembinaan personil dan kelembagaan, ketatalaksanaan, khususnya terkait pelayanan, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa, yang diharapkan mampu mempercepat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat Desa guna perwujudan kesejahteraan umum sesuai kewenangan Desa dengan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mempermudah pelayanan kepada masyarakat, keterbukaan pelayanan kepada masyarakat dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat yang pada akhirnya akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat, hal tersebut diharapkan mampu menjadi alat kontrol terhadap kinerja Pemerintah Desa.
Dalam implementasi proses penataan administrasi pemerintahan desa, terdapat tantangan yang begitu besar, antara lain, kapasitas dan kualitas pelayanan aparatur pemerintahan desa yang terbatas, akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang sulit, dan belum optimalnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah dalam pembinaan Desa.
Aferi menyatakan bahwa pemerintah melalui Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa Kemendagri memiliki komitmen kuat dalam melaksanakan pembinaan pemerintahan desa. Dengan dasar komitmen ini, Ditjen Pembinaan Pemerintahan Desa Kemendagri terus melakukan koordinasi, sinergitas dan harmonisasi program antara pusat dan daerah dalam proses penataan desa agar kesejahteraan masyarakat desa dapat terwujud. (*)
sumber: nasional.indopos.co.id