
NTT (16/3)- Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Ditjen Bina Pemdes) Kementerian Dalam Negeri diwakili oleh Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa Paudah, membuka acara kegiatan Pelatihan Aparatur Desa (PAD) di Provinsi Nusa Tenggara Timur didampingi oleh Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Wilayah IV Meydy Yolanda di Hotel Aston Kupang, Rabu (16/3).
Dalam kegiatan tersebut, Paudah menjelaskan, bahwa desa pasca berlakunya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dapat dimaknai sebagai unit terkecil dari sistem pemerintahan yang ada di Indonesia. Dengan kewenangan yang dimiliki, diberikan dana transfer dari pemerintah, mempunyai Kepala Desa yang dipilih secara demokratis, memiliki aparatur, perangkat dan juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dituntut menghasilkan pelayanan kepada masyarakat memberikan kesan yang kuat, bahwa aparatur desa yang mengelola pemerintahan itu diharapkan secara efektif menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat desa.
“Pemerintah desa dengan dibantu oleh perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa dengan wewenang, tugas dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan desa membutuhkan kemampuan yang mumpuni dalam tata kelola pemerintahan desa mulai dari merencanakan kegiatan dan program, menganggarkan, menyiapkan produk hukum desa dan menata kelola manajemen pemerintahan desa termasuk menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat,” ujar Paudah.
Dalam upaya memenuhi kompetensi bagi kepala desa, maka pengembangan kapasitas merupakan keniscayaan yang harus diikuti oleh aparatur desa.
”Secara filosofis pengembangan kapasitas pada aparatur desa dilakukan dengan dua hal yaitu melalui pendidikan formal dan pelatihan. Berdasarkan data yang sudah kami kumpulkan aparatur desa yang mempunyai kualifikasi Pendidikan SMA sebesar 60,99%, SMP sebesar 7,34%, SD sebesar 0,09%, Diploma 3,68%, S1 sebesar 25,59%, S2 sebesar 2,15% dan S3 sebesar 0,06%. Sedangkan apabila dihitung berdasarkan usia 41-50 tahun menduduki presentase terbesar yaitu sebesar 39% sementara di bawah 30 tahun adalah 2%," tuturnya.
Berdasarkan data tersebut, artinya peluang untuk melakukan pelatihan kepada aparatur desa masih sangat besar, untuk menghasilkan para aparatur desa yang mampu melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.
Paudah juga meminta Kepala Desa untuk tidak memberhentikan secara sepihak para perangkat desa. Karena hal ini akan berpotensi terjadinya pelanggaran dan juga terhambatnya pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
"Perangkat desa yang dinilai kurang berkompeten maka solusi yang tepat adalah dilakukannya pengembangan kapasitas. Menurutnya, ada beberapa kompetensi yang perlu ditingkatkan oleh aparatur desa yang terdiri dari kompetensi dasar yaitu kemampuan penyusunan regulasi, kemampuan dasar pengetahuan pemerintah desa, dan kemampuan dasar memahami tugas dan pokok aparatur desa, kemampuan manajerial yaitu kemampuan manajemen SDM dengan baik, kemampuan manajemen pelayanan publik dan manajemen keuangan dan aset desa, kemampuan teknis yaitu administrasi desa, perencanaan dan anggaran serta pelayanan publik," paparnya.
Paudah melanjutkan, "Kita manfaatkan kegiatan ini dengan penuh semangat dan disiplin yang tinggi agar dapat diimplementasikan dan diterapkan dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur desa yang pada akhirnya dapat mewujudkan desa yang mandiri, adil dan makmur".