blog image
Created by : admin - 2019-10-26 14:01:56

“UU NO 6/2014 tentang Desa telah mengamanahkan 4 kewenangan kepada desa. Dengan demikian kini desa tidak lagi seperti desa yang dulu, yang hanya melaksanakan apa yang ditugaskan oleh pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat. Sejak terbitnya UU Desa tersebut, maka kini desa juga memiliki kewenangan hak asal usul dan kewenangan desa berskala lokal. Tujuannya untuk apa, tidak lain adalah agar desa semakin maju, mandiri dan sejahtera”, demikian Drs. Andi Ony P, M.Si selaku Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa, yang mewakili Dirjen Bina Pemdes membuka acara Rapat Tim Teknis Koordinasi Penugasan Urusan Pemerintah Kepada Desa, Rabu, 13 April 2016, di Kompleks Kantor Kemendagri, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta.
            Lebih jauh Ony menegaskan bahwa oleh karenanya, persoalan Desa bukan lagi hanya menjadi urusan Kemendagri dan Kemendes-PDDT saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab kementerian dan lembaga lainnya. Hal ini sudah sangat jelas sebagaimana ditegaskan dalam Nawacita yang diusung Jokowi-JK.
Hadir sebagai narasumber dalam rapat ini dua senior pejabat Kemendagri, pakarnya desa di Indonesia tentunya, Drs. Dardjo Suwardjono, M.Si dan Drs. Persadaan Girsang, M.Si Hadir sebagai peserta 20 perwakilan dari kementerian dan lembaga.
Terbitnya UU Desa secara dramatis merubah paradigma dan disambut deangan suka cita oleh seluruh perangkat desa. Karena memang UU ini hasil perjuangan panjang para perangkat desa se Indonesia. Dua kewenangan desa pertama sebagaimana disebutkan dalam UU Desa Pasal 19, adalah murni kewenangan lokal desa. Di sinilah semakin terbuka kesempatan desa untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam mengelola dan mengembangkan potensi desa.
Sedangkan dua kewenangan berikutnya adalah murni kewenangan pemerintah berupa penyerahan penugasan dan  perbantuan. Hal ini yang membedakan secara mendasar antara desa dulu dan sekarang.
“UU 6/2014 tentang desa adalah UU yang luar biasa. Pada awal tahun 2014 terbit langsung tahun itu juga dana dicairkan, lengkap dengan peraturan dan perundang-undangan yang diperlukan” demikian disampaikan Dardjo mengawali paparannya.
Dalam paparannya Dardjo menjelaskan bahwa dalam UU Desa ini, program sektor tetap terbuka untuk masuk ke desa dengan istilah “diintegrasikan” dan “didelegasikan”. Hanya saja tidak seperti dulu, dengan bebas semua sektor dapat langsung membawa program dan lembaganya masing-masing ke desa. Sehingga sekarang semua sektor yang masuk ke desa harus melalui kelembagaan yang ada di desa. UU ini semakin memperjelas kewenangan sekaligus keuangan desa. Terdapat 7 sumber keuangan desa yang dapat dikelola desa, sehingga Dana Desa hanyalah salah satu sumber pendanaan.
Persadaan Girsang mantan, direktur di Ditjen PMD, Kemendagri yang kini berubah nama menjadi Ditjen Bina Pemdes ini, menjelaskan bahwa kewenangan desa menjadi lebih luas dari pada otonomi daerah di provinsi dan kabupaten. Otonomi daerah provinsi/kabupaten merupakan pendelegasian kewenangan dari pusat, sedangkan kewenangan desa adalah kewenangan asal usul dan penugasan pemerintah. Melalui UU Desa ini negara memberikan penghormatan kepada desa sebagai lembaga otonom yang berhak mengembangkan kearifan lokalnya.
Direktur Penataan Dan Administrasi Pemerintahan Desa, Drs. Aferi Syamsidar Fudail, M.Si yang juga hadir pada pertemuan ini, mengajak kepada seluruh perwakilan dari kementrerian lain untuk bersama-sama membangun desa.
“Kita harus bersama bagaimana membina desa, sesuai dengan tupoksi kita masing-masing. Kita samakan langkah kita untuk membina desa. Utelah U Desa mendesak semua jajaran pemerintahan untuk terlibat dalam pembinaan desa. Suasananya sama dengan saat  awal otonomi 1999”, jelasnya.
“Semua kementrian saat ini punya kewajiban mengawal urusan pemerintahan bukan hanya sampai kabupaten, tetapi sampai desa”, tegasnya kembali.
            Saat ini beberapa KL mungkin sudah mengarahkan program dan kegiatannya sampai di tingkat Desa, namun demikian masih banyak KL yang belum mengalokasikan dana kegiatannya sampai ke tingkat desa. Hal ini karena perhatiannya terhadap desa belum memadai. Ke depan tidak bisa seperti ini, karena semua agenda diarahkan untuk kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.
            “Kementerian Luar  Negeri pun, tetap punya kewajiban membina desa-desa di perbatasan !”, jelas Eferi.
            Rapat ini menghasilkan beberapa kesimpulan mendasar, antara lain bahwa perlu adanya kegiatan bersama antar-kementerian/lembaga yang bersifat terpadu dan terintegrasi dalam sebuah desa. Sehingga suatu saat nanti, kita akan merasa memiliki desa, karena ide dan pikiran kita terlibat di sana.
            Diusulkan agar koordinasi lintas kementerian lebih kuat dan lancar, diharapkan pihak Kemendagri bersurat kepada seluruh K/L terkait dengan agenda pengawalan UU Desa ini, sehingga mudah dan pasti disposisinya.