blog image
Created by : admin - 2019-10-26 14:01:56

YOGYAKARTA ∎ Forum komunikasi Bina Pemerintahan Desa se-wilayah kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta merupakan media strategis dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa di wilayah Indonesia bagian tengah (Jawa dan Kalimantan). Secara filosofis, koordinasi dan sinergi antar pemeran Pemerintahan Desa baik di tingkat pusat maupun daerah.

Secara administratif, Forum Komunikasi Bina Pemerintahan Desa merupakan lembaga formal yang pembentukannya didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pengurus Forum komunikasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 134.3.595-XII-Tahun 2012 tentang Pembentukan Pengurus Forum Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Wilayah Kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta Periode 2012-2015. Secara legal formal, Forum komunikasi ini memperoleh dukungan yang kuat dari Menteri Dalam Negeri selaku koordinator penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Dengan demikian forum ini memiliki peran yang jelas dan kontribusi yang nyata dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Demikian disampaikan Kepala Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta Drs. Edy Supriyanta, M.Si dalam laporannya pada saat pembukaan acara Diskusi Forum Komunikasi Bina Pemerintahan Desa yang diselenggarakan beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta. 

Acara yang berlangsung selama 3 hari ini diikuti oleh Pengurus dan Anggota Forum Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di wilayah kerja Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta sejumlah 55 (lima puluh lima) orang yang berasal dari 8 (delapan) provinsi, antara lain Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara. Sementara Pendamping kegiatan berasal dari Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta sejumlah 6 (enam) orang.

Dalam sambutan pembukaan acara Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Desa, Drs. Lukman Nul Hakim, M.Si menyampaikan tentang Kebijakan Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset, di mana ada 3 (tiga) hal pokok yang menjadi penekanan untuk didiskusikan, yaitu meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan desa, perubahan kebijakan pengelolaan keuangan desa dan Permendagri pengelolaan aset desa.

Dalam diskusi ini juga menampilkan beberapa pembicara, di antaranya Heru Tjahyono Kasubdit Evaluasi Perkembangan desa Wilayah IV, yang memberikan materi tentang Kebijakan Pemerintah dalam Evaluasi Tingkat Perkembangan Desa. Disampaikan bahwa dengan adanya Permendagri Nomor 81 Tahun 2015 tentang Evaluasi Perkembangan Desa, bisa diketahui perkembangan desa secara lebih baik. 

“Ke depan perkembangan desa yang dinilai melalui Lomba Desa bukan lagi hanya sebagai sebuah rutinitas, akan tetapi akan menjadi sebuah kompetisi dengan tata aturan yang baik”, jelas Heru Tjahyono.

Ady Prabowo, Kepala Bidang Pengembangan Teknologi, Bapermasdes Provinsi Jawa Tengah, memberikan materi dengan topik Peran Pemerintah dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Disinggung pembicara bahwa pemerintah daerah merasakan bahwa pembagian peran antar kementerian di pusat dalam urusan desa membingungkan daerah. Sebagai contoh perencanaan pembangunan yang seharusnya menurut pemerintah daerah adalah ranah kementerian desa ternyata berada dalam ranah kementerian lain.

 Pembicara selanjutnya Rusli Maryadi, Kasie Kemitraan Infrastuktur, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Jakarta, memberikan materi tentang Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa dalam Mendukung Implementasi Undang-Undang Desa.

Pada sesi selanjutnya setelah disampaikannya materi oleh para pembicara, melalui Focus Group Discussion yang dipimpin oleh, R. Imam Wahyudi, SH, M.Si, Kepala Bapermades Kabupaten Purbalingga, selaku Ketua Forum Komunikasi, dihasilkan beberapa rekomendasi, antara lain:

1.    Dalam implementasi undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa masih banyak ditemukan berbagai kendala, salah satunya yaitu adanya multitafsir dalam menerjemahkan ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang tersebut. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 di Daerah, sehingga diperlukan koordinasi dan sinergi antar-kementerian dalam penyusunan regulasi bagi desa.
2.    Penyusunan regulasi yang terlambat mengakibatkan terlambatnya proses perencanaan di daerah. Hal ini memberi dampak yang cukup signifikan bagi penyelenggaraan Pemerintahan daerah. Diharapkan agar dalam penyusunan dan pengundangan regulasi supaya tepat waktu.
3.    Ketentuan Pasl 76 ayar (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa belum dapat sepenuhnya diimplementasikan karena adanya berbagai kendala yang muncul dalam pengelolaan aset desa berupa Tanah Desa walaupun mengenai pengelolaan Aset Desa sudah diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Aset Desa, diperlukan adanya petunjuk teknis yang jelas tentang pengelolaan Tanah Desa berupa Standard Operational Procedures (SOP) tentang Pengelolaan Aset Desa.
4.    Ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa belum mengatur secara jelas tentang kedudukan, tugas dan fungsi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), sehingga LPMD perlu diberikan pedoman lebih lanjut dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai kedudukannya.
5.    Adanya perbedaan dalam pengalihan asset dan dana PNPM diperlukan penjelasan teknis dalam penanganannya sehingga bisa seragam setiap daerah dan mempermudah dalam pembinaan.
6.    Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang berbasis IT ditemukan kendala yaitu keterbatasan sumber daya manusia, sehingga perlu dilakukan pendampingan, pembinaan dan faslitasi lebih lanjut dari Pemerintah.
7.    Dalam pendampingan desa terdapat berbagai kendala antara lain tidak konsistensinya proses rekruitmen pendamping desa, tidak jelasnya kontrak dan gaji Tenaga Ahli dan pendamping Desa, peran KPMD yang kurang terlihat akibat kebijakan Pendamping Lokal Desa (PLD) sehingga diperlukan Petunjuk Teknis yang jelas tentang rekruitmen pendamping Desa, kejelasan kontrak dan gaji yang jelas bagi pendamping desa sehingga bisa lebih maksimal dalam melakukan pendampingan desa dan perlu penegasan peran KPMD dalam pendampingan desa. Terkait pendampingan desa, tidak konsistennya proses rekruitmen pendamping desa.

Tim Red: Lia/Arn

Sumber: Informasi Kegiatan Balai PMD Yogyakarta Tahun 2016