MAKASSAR ∎ “Akuntabilitas dalam proses pemerintahan adalah sebuah keniscayaan. Dengan kata lain bahwa setiap unit pemerintahan harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan program dan kegiatannya yang dilaksanakan, di mana program dan kegiatan ini merupakan terjemahan dari tupoksi yang diemban oleh setiap unit organisasi pemerintahan”, demikian dijabarkan secara tertulis oleh Nata Irawan, SH, M.Si, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri dalam acara Bimbingan Teknis Penyusunan Administrasi dan Pertanggungjawaban Keuangan dan Aset Desa Bagi Aparatur Pemerintah Daerah Dan Desa Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar (11/8/ 2016).
Secara mendalam Dirjen Bina Pemerintahan Desa menguraikan bahwa, keniscayaan dalam hal ini bermula pada filosofi di mana pemerintahan adalah sebuah proses yang berada pada dua kutub, yaitu kutub janji dan kutub kepercayaan. Sebatas mana kuatnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah bergantung pada seberapa jauh atau seberapa kuat janji itu ditepati. Selain kondisi faktual, maka fakta dan data administratif merupakan salah satu instrumen untuk menguji pemenuhan janji ini.
Akuntabilitas sebagai basis proses kepercayaan
Kuat lemahnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan menentukan wibawa suatu rejim pemerintahan. Rejim pemerintahan yang mendapat kepercayaan yang kuat memungkinkan rejim yang bersangkutan bertahan dalam waktu yang lama, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk terus berimprovisasi menyusun program/kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan rakyat pada suatu saat. Pada akhirnya program/kegiatan akan diproses menjadi output kepercayaan baru. Demikianlah pada dasarnya proses pemerintahan berlangsung. Inilah proses akuntabilias ke luar atau eksternal.
Sementara itu, secara internal pemerintahan, khususnya terkait dengan hubungan antara unit infra dengan supra pemerintahan, akuntabilitas juga menjadi sebuah keniscayaan. Akuntabilitas dalam hal ini berkenaan dengan penilaian terhadap sejauh mana prinsip-prinsip dasar pengelolaan pemerintahan atau yang selama ini dikenal dengan istilah norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dipenuhi.
Pada satu sisi pemenuhan NSPK ini merupakan upaya untuk menjamin efisiensi dan efektivitas roda pemerintahan, sementara pada sisi lain juga menjamin unit pemerintahan memberikan kualitas layanan tertentu sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Dengan pemahaman seperti ini kita bisa menyimpulkan bahwa baik akuntabilitas internal maupun eksternal saling berkaitan. Dengan kata lain akuntabilitas internal akan berdampak pada akuntabilitas eksternal, sebaliknya akuntabilitas eksternal tidak mungkin terwujud kalau akuntabilitas internal tidak terwujud.
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa
Berkenaan dengan prinsip akuntabilitas sebagai basis proses kepercayaan ini, maka pemerintahan desa sebagai unit pemerintahan terbawah, terkecil, dan terdepan juga tunduk pada hukum janji dan percaya ini, karena pemerintah desa juga pada dasarnya merupakan proses pemenuhan janji yang disampaikan kepala desa pada saat kampanye pilkades.
Dan berkenaan dengan akuntabilitas ini, maka salah satu sisi yang perlu kita perhatikan dalam praktek manajemen pemerintahan desa adalah pengelolaan keuangan desa, yang secara lebih khusus berkenaan dengan penyusunan dokumen administrasi dan pertanggungjawaban.
Dalam konteks akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintahan, pengelolaan keuangan merupakan salah satu titik kritis yang perlu mendapat perhatian kita bersama. Bukan saja karena saat ini desa telah menjadi salah satu pusaran proses pemerintahan yang ditandai dengan aliran dana yang cukup besar dari pemerintah melalui APBN, tetapi lebih dari itu adalah upaya untuk memastikan bahwa dana dimaksud digunakan dengan sebaik-baiknya, seefektif dan seefisien mungkin untuk membiayai 4 (empat) kewenangan dasar pemerintah desa yaitu kewenangan asal usul, lokal berskala desa, kewenangan yang ditugaskan, serta kewenangan lain yang dilimpahkan, baik di bidang pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan serta pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa harus dapat menjamin bahwa setiap sen uang desa yang dikeluarkan telah disertai dengan bukti yang jelas, lengkap, otentik dan legal. Dengan kata lain belanja desa haruslah dilengkapi dengan dokumen yang jelas dan terpercaya sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana telah diterapkan, beberapa instrumen utama dalam konteks ini yang perlu saya ingatkan adalah dokumen penawaran, nota pembelian, kwitansi pembayaran, tanda terima, potongan pajak, maupun berita acara serah terima barang haruslah menyertai setiap belanja desa. Karena dokumen inilah yang menjadi instrumen utama akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Belanja Desa harus berdasarkan Dokumen Perencanaan
Sementara itu, sisi lain yang perlu kita cermati dalam pengelolaan administrasi keuangan desa adalah sisi substansi belanja desa. Sisi substantif dalam hal ini berkenaan dengan pemahaman bahwa belanja desa harus melalui perencanaan yang matang yang disusun melalui proses perencanaan pembangunan desa mulai dari Penyusunan Dokumen Renstra Desa, RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa. Semua dokumen perencanaan ini akan menggambarkan manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat. Gambaran manfaat rencana pembangunan ini sekaligus mengindikasikan apakah pemerintah desa telah atau belum menyusun dokumen perencanaan sesuai dengan janji yang telah disampaikan pada saat kampanye pilkades.
Dengan demikian pemahaman tentang administrasi desa pada dasarnya menyangkut sisi sempit administrasi yaitu pengurusan dan pengelolaan dokumen, dan sisi substansi atau proses manajemen pemerintahan desa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban sampai dengan pelaporan. Dengan kata lain administrasi dalam hal ini adalah berkenaan dengan harmonisasi, sinergitas dan keutuhan antar dokumen perencanaan dan antara dokumen perencanaan dengan pengalokasian dana maupun pelaksanaannya.
Terkait dengan perencanaan pembangunan di desa, bahwa mulai tahun 2016 semua dokumen perencanaan pembangunan desa sudah harus mengacu kepada Permendagri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Ketidakkonsistenan terhadap regulasi terkini akan menimbulkan kesulitan berantai.
Apabila masih mengacu pada Permendagri 66 tahun 2007, maka pemerintah desa akan kesulitan dalam meng-input data perencanaan ke dalam aplikasi siskeudes. Hal ini perlu mendapat perhatian kita bersama karena masih banyak pemerintah desa yang mengacu pada Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
Tim Red: Nia/Ketut/Rombena/Haimi
Disarikan dari Sambutan Dirjen Bina Pemerintahan Desa pada acara Pembukaan Bimbingan Teknis Penyusunan Administrasi dan Pertanggungjawaban Keuangan dan Aset Desa Bagi Aparatur Pemerintah Daerah dan Desa Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar (11/8/ 2016).
Sumber: Kasubdit Sistem Informasi Keuangan dan Aset, Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa, Ditjen Bina Pemdes, Kemendagri
Secara mendalam Dirjen Bina Pemerintahan Desa menguraikan bahwa, keniscayaan dalam hal ini bermula pada filosofi di mana pemerintahan adalah sebuah proses yang berada pada dua kutub, yaitu kutub janji dan kutub kepercayaan. Sebatas mana kuatnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah bergantung pada seberapa jauh atau seberapa kuat janji itu ditepati. Selain kondisi faktual, maka fakta dan data administratif merupakan salah satu instrumen untuk menguji pemenuhan janji ini.
Akuntabilitas sebagai basis proses kepercayaan
Kuat lemahnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan menentukan wibawa suatu rejim pemerintahan. Rejim pemerintahan yang mendapat kepercayaan yang kuat memungkinkan rejim yang bersangkutan bertahan dalam waktu yang lama, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk terus berimprovisasi menyusun program/kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan rakyat pada suatu saat. Pada akhirnya program/kegiatan akan diproses menjadi output kepercayaan baru. Demikianlah pada dasarnya proses pemerintahan berlangsung. Inilah proses akuntabilias ke luar atau eksternal.
Sementara itu, secara internal pemerintahan, khususnya terkait dengan hubungan antara unit infra dengan supra pemerintahan, akuntabilitas juga menjadi sebuah keniscayaan. Akuntabilitas dalam hal ini berkenaan dengan penilaian terhadap sejauh mana prinsip-prinsip dasar pengelolaan pemerintahan atau yang selama ini dikenal dengan istilah norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dipenuhi.
Pada satu sisi pemenuhan NSPK ini merupakan upaya untuk menjamin efisiensi dan efektivitas roda pemerintahan, sementara pada sisi lain juga menjamin unit pemerintahan memberikan kualitas layanan tertentu sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Dengan pemahaman seperti ini kita bisa menyimpulkan bahwa baik akuntabilitas internal maupun eksternal saling berkaitan. Dengan kata lain akuntabilitas internal akan berdampak pada akuntabilitas eksternal, sebaliknya akuntabilitas eksternal tidak mungkin terwujud kalau akuntabilitas internal tidak terwujud.
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa
Berkenaan dengan prinsip akuntabilitas sebagai basis proses kepercayaan ini, maka pemerintahan desa sebagai unit pemerintahan terbawah, terkecil, dan terdepan juga tunduk pada hukum janji dan percaya ini, karena pemerintah desa juga pada dasarnya merupakan proses pemenuhan janji yang disampaikan kepala desa pada saat kampanye pilkades.
Dan berkenaan dengan akuntabilitas ini, maka salah satu sisi yang perlu kita perhatikan dalam praktek manajemen pemerintahan desa adalah pengelolaan keuangan desa, yang secara lebih khusus berkenaan dengan penyusunan dokumen administrasi dan pertanggungjawaban.
Dalam konteks akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintahan, pengelolaan keuangan merupakan salah satu titik kritis yang perlu mendapat perhatian kita bersama. Bukan saja karena saat ini desa telah menjadi salah satu pusaran proses pemerintahan yang ditandai dengan aliran dana yang cukup besar dari pemerintah melalui APBN, tetapi lebih dari itu adalah upaya untuk memastikan bahwa dana dimaksud digunakan dengan sebaik-baiknya, seefektif dan seefisien mungkin untuk membiayai 4 (empat) kewenangan dasar pemerintah desa yaitu kewenangan asal usul, lokal berskala desa, kewenangan yang ditugaskan, serta kewenangan lain yang dilimpahkan, baik di bidang pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan serta pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa harus dapat menjamin bahwa setiap sen uang desa yang dikeluarkan telah disertai dengan bukti yang jelas, lengkap, otentik dan legal. Dengan kata lain belanja desa haruslah dilengkapi dengan dokumen yang jelas dan terpercaya sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana telah diterapkan, beberapa instrumen utama dalam konteks ini yang perlu saya ingatkan adalah dokumen penawaran, nota pembelian, kwitansi pembayaran, tanda terima, potongan pajak, maupun berita acara serah terima barang haruslah menyertai setiap belanja desa. Karena dokumen inilah yang menjadi instrumen utama akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Belanja Desa harus berdasarkan Dokumen Perencanaan
Sementara itu, sisi lain yang perlu kita cermati dalam pengelolaan administrasi keuangan desa adalah sisi substansi belanja desa. Sisi substantif dalam hal ini berkenaan dengan pemahaman bahwa belanja desa harus melalui perencanaan yang matang yang disusun melalui proses perencanaan pembangunan desa mulai dari Penyusunan Dokumen Renstra Desa, RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa. Semua dokumen perencanaan ini akan menggambarkan manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat. Gambaran manfaat rencana pembangunan ini sekaligus mengindikasikan apakah pemerintah desa telah atau belum menyusun dokumen perencanaan sesuai dengan janji yang telah disampaikan pada saat kampanye pilkades.
Dengan demikian pemahaman tentang administrasi desa pada dasarnya menyangkut sisi sempit administrasi yaitu pengurusan dan pengelolaan dokumen, dan sisi substansi atau proses manajemen pemerintahan desa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban sampai dengan pelaporan. Dengan kata lain administrasi dalam hal ini adalah berkenaan dengan harmonisasi, sinergitas dan keutuhan antar dokumen perencanaan dan antara dokumen perencanaan dengan pengalokasian dana maupun pelaksanaannya.
Terkait dengan perencanaan pembangunan di desa, bahwa mulai tahun 2016 semua dokumen perencanaan pembangunan desa sudah harus mengacu kepada Permendagri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Ketidakkonsistenan terhadap regulasi terkini akan menimbulkan kesulitan berantai.
Apabila masih mengacu pada Permendagri 66 tahun 2007, maka pemerintah desa akan kesulitan dalam meng-input data perencanaan ke dalam aplikasi siskeudes. Hal ini perlu mendapat perhatian kita bersama karena masih banyak pemerintah desa yang mengacu pada Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
Tim Red: Nia/Ketut/Rombena/Haimi
Disarikan dari Sambutan Dirjen Bina Pemerintahan Desa pada acara Pembukaan Bimbingan Teknis Penyusunan Administrasi dan Pertanggungjawaban Keuangan dan Aset Desa Bagi Aparatur Pemerintah Daerah dan Desa Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar (11/8/ 2016).
Sumber: Kasubdit Sistem Informasi Keuangan dan Aset, Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa, Ditjen Bina Pemdes, Kemendagri